KOTAMOBAGU, PENATORIA –Di balik senyum hangat dan kepeduliannya terhadap masyarakat, Putri Gona Nender menyimpan luka yang tak kasat mata. Finalis Putri Pariwisata yang selama ini dikenal sebagai simbol kecantikan, intelektualitas, dan dedikasi sosial, kini berdiri di garis depan melawan ancaman digital yang menggerogoti reputasinya, Jumat (02/08).
Semuanya bermula dari sebuah unggahan di Facebook. Bukan unggahan biasa. Postingan itu—yang berasal dari akun bernama Putri Bisandorong—tak hanya menyulut kehebohan, tapi juga menyiramkan bara fitnah yang ditujukan langsung ke nama baik Putri.
Tak berhenti di ruang publik, akun tersebut bahkan mengirim pesan pribadi bernada ancaman. Sebuah tindakan yang, menurut Putri, telah melewati batas kemanusiaan.
“Identitasnya sudah saya kantongi. Dalam waktu dekat, saya akan melapor ke pihak berwajib,” tegasnya. “Saya tidak akan tinggal diam. Ini harus dihentikan.”
Putri Gona Nender bukan sekadar publik figur biasa. Ia adalah simbol prestasi lokal yang berhasil mengharumkan nama Kotamobagu lewat penghargaan kategori video drone dalam ajang Putri Pariwisata. Namun kiprah Putri tak berhenti di panggung kontes. Ia turun ke lorong-lorong sempit, ke rumah-rumah warga tak mampu, melalui organisasi sosial Partner In Kinds (PIKO’S)—sebuah langkah yang hanya dilakukan oleh mereka yang benar-benar peduli.
Ironisnya, fitnah itu justru datang dari orang yang pernah menerima uluran tangannya.
“Bukan orang asing. Justru sering saya bantu. Tapi hari ini, dia menghunus pisau dari belakang,” ujarnya lirih, kecewa.
Gelombang dukungan dari warganet dan aktivis sosial pun menguat. Mereka menilai kasus ini harus menjadi preseden bahwa kebebasan di dunia maya bukan berarti bebas menghina, mencemarkan, dan mengancam tanpa konsekuensi hukum.
“Sosial media bukan tempat main hakim sendiri. Jangan tunggu korban-korban berikutnya baru aparat bertindak,” kata seorang aktivis digital di Kotamobagu.
Seruan moral pun menggaung: keberanian melawan ketidakadilan digital tak boleh datang dari korban seorang diri. Butuh keberpihakan aparat, dan kesadaran kolektif bahwa media sosial bukan ruang gelap tanpa hukum.
Fitnah yang Lebih Serius: Tuduhan Mengandung Narkotika
Di tengah laporan yang sedang bergulir, muncul pula bentuk fitnah baru yang jauh lebih serius. Salah satunya menyebut bahwa makanan dari Holywings (HW) mengandung narkotika, yang turut menyeret nama baik tempat usaha tersebut. Dalam sebuah pesan yang diterima Putri, pelaku menuliskan:
“NEVERSTOPFLYING. Ini ayam yang dia pesan narkobaa dorang mo isi di sini jadi dpa liaa SMA dng gofood.”
Menanggapi ini, pihak Putri sedang berkoordinasi untuk memastikan langkah hukum lanjutan. Bahkan dalam pesannya kepada salah satu pihak, Putri bertanya:
“Selamat malam kak, mau nanya, untuk melaporkan terkait pencemaran nama baik itu ke mana ya kak? Karena ada oknum yang bawa kalau HW mengandung narkotika. Apakah pihak Holywings bersedia untuk ikut menuntut?”
Tuduhan-tuduhan liar semacam ini dinilai membahayakan, bukan hanya bagi individu, tetapi juga bagi reputasi institusi atau brand yang disebut-sebut tanpa bukti.
Dengan langkah pasti, Putri Gona Nender menapaki jalur hukum. Bukan untuk balas dendam, tapi untuk memastikan bahwa kebenaran tetap punya tempat di tengah gemuruh fitnah.
Ia tak ingin reputasi yang dibangun dengan kerja keras hancur begitu saja oleh jari-jari tak bertanggung jawab. Dan di tengah dunia yang cepat lupa, Putri memilih untuk tidak diam.
“Ini bukan hanya tentang saya. Ini tentang siapa saja yang bisa menjadi korban berikutnya,” tutupnya.
Penulis : Yusril