Perguruan Tinggi Lokal Terpinggirkan, Pembangunan SDM Hanya Retorika?

Opini64 Dilihat
banner 468x60

Oleh : Sicilya C. Mokoginta, SE.MM

Penatoria, Bolaang Mongondow Raya (BMR) – Narasi pembangunan sumber daya manusia (SDM) kerap digaungkan oleh para pemangku kebijakan di Bolaang Mongondow Raya.

banner 336x280

Frasa seperti “menyiapkan generasi emas” atau “membangun SDM unggul” rutin terdengar dalam pidato resmi, visi-misi kepala daerah, hingga dokumen perencanaan pembangunan.

Namun, pertanyaan kritis yang muncul kemudian: sejauh mana komitmen itu benar-benar diwujudkan?
Di tengah gencarnya wacana pembangunan pendidikan tinggi melalui rencana pendirian kampus baru, perguruan tinggi lokal yang telah lama eksis justru seperti dianaktirikan.

Universitas Dumoga Kotamobagu (UDK), beserta berbagai STIE, STIKES, dan akademi swasta lainnya di BMR, terus berjuang dengan segala keterbatasan. Minimnya anggaran, kurangnya perhatian terhadap pengembangan SDM dosen dan tenaga kependidikan, hingga fasilitas yang belum memadai, menjadi tantangan berat yang tak kunjung diatasi.

Ironisnya, alih-alih memperkuat institusi pendidikan yang telah berakar di masyarakat, pemerintah daerah justru mengalihkan perhatian ke pembangunan kampus baru yang membutuhkan anggaran besar dan waktu panjang. Sementara itu, kampus-kampus lokal yang memiliki potensi besar sebagai motor penggerak pembangunan justru terabaikan.
Padahal, revitalisasi perguruan tinggi lokal semestinya menjadi langkah strategis: mulai dari penguatan anggaran tahunan, peningkatan kualitas SDM pengajar, modernisasi sarana digital dan laboratorium, hingga dorongan untuk konversi status menjadi negeri.

Dukungan seperti ini akan menjadikan kampus lokal sebagai pilar utama pembangunan daerah, bukan hanya simbol atau formalitas administratif.
Realitas yang terjadi saat ini sangat jauh dari harapan.

Kampus-kampus di BMR masih tertatih menjalankan fungsinya, tanpa sokongan berarti dari pemerintah. Beasiswa memang ada, namun terbatas dan distribusinya kerap tak transparan. Banyak program SDM hanya berhenti pada pelatihan seremonial yang minim dampak. Keterlibatan perguruan tinggi dalam riset kebijakan, pengembangan sektor unggulan seperti pertanian, pariwisata, dan UMKM, pun hampir nihil.

Jika pembangunan SDM memang benar dianggap sebagai investasi masa depan, mengapa institusi yang seharusnya menjadi rumah besar bagi generasi penerus—yakni perguruan tinggi—justru dibiarkan berjuang sendiri?
Sudah saatnya pemerintah kabupaten/kota di BMR berhenti menjadikan pembangunan SDM sebagai jargon kosong.

Dibutuhkan keberanian dan komitmen nyata untuk menjadikan perguruan tinggi lokal sebagai mitra utama pembangunan. Bukan hanya dengan beasiswa atau pelatihan jangka pendek, melainkan lewat investasi jangka panjang dalam penguatan institusi pendidikan itu sendiri.

Karena jika kampus lokal terus terpinggirkan, maka mimpi tentang generasi emas hanyalah ilusi — dan pembangunan SDM tak lebih dari sekadar retorika.

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *